Penulis

Paulus (Rm. 1:1)

Penerima

Jemaat di Roma (Rm. 1:7). Dari tulisan Paulus, kita dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar dari mereka merupakan bangsa-bangsa bukan Yahudi (Ref. Rm. 1:13, 11:13). (“orang Yahudi” yang Paulus tuju di 2:17, dan sebagainya, dapat dilihat sebagai lawan bicara untuk menyampaikan sebuah retorik ketimbang sebagai tujuan penulisan surat Paulus.)

Tanggal

Mungkin antara tahun 56-57 Masehi

Tujuan/Kejadian

Di pembukaan dan penutupan suratnya, Paulus menulis kepada jemaat di Roma tentang rencana-rencananya mengunjungi mereka untuk menguatkan mereka dan memberitakan Injil di sana (Rm. 1:9-15, 15:22-24, 28-29). Selain memberitahukan rencananya kepada jemaat, sebagian besar suratnya digunakan Paulus untuk menjabarkan pengajaran Injil secara terperinci. Di ayat 15:15- 16 Paulus menjelaskan bahwa ia telah menulis dengan agak berani kepada mereka untuk mengingatkan akan panggilannya sebagai pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah. Dengan jelas terlihat bahwa Paulus meyakini dirinya perlu menjelaskan isi Injil dan mengingatkan jemaat di Roma tentang cara mereka menjalankan pesan Injil.

Ciri-ciri Khusus

  1. Pembahasan Injil yang paling mendalam di antara surat-surat Paulus.
  2. Penjabaran yang tertata rapi disertai dengan rupa-rupa retorika yang kuat.
  3. Banyaknya kutipan Injil Perjanjian Lama.

Ayat Kunci

“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.”” (Rm. 1:16-17)

Sekilas

Serupa dengan Surat Efesus, bagian utama surat Paulus ini dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pembahasan dan penerapan. Dua bagian besar ini membantu kita memahami struktur surat, tetapi kedua bagian ini tidak terbatas pada satu elemen atau lainnya.

  1. Pembahasan (1:18–11:36): Penelitian menyeluruh akan menunjukkan sebuah alur yang jelas pada bagian surat ini, dari dosa hingga pembenaran dan penyucian hingga kemuliaan. Melalui argumen-argumen yang tajam, Paulus membangun gagasan utama tentang bagaimana Allah menunjukkan kebenaran-Nya melalui Yesus Kristus dalam hidup orang-orang percaya. 
  2. Penerapan (12:1–15:13): Bagian kedua ini berisi nasihat-nasihat praktis yang tak terpisahkan dari pembahasan di bagian pertama. Dengan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, Paulus menunjukkan bagaimana kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan bagi Allah untuk membalas belas kasih-Nya..

Tema

Injil

Paulus memulai suratnya dengan memperkenalkan diri sebagai hamba Kristus Yesus yang dikuduskan bagi Injil Allah (1:1). Ia meyakini bahwa dirinya mengemban tanggung jawab untuk memberitakan kabar baik Yesus Kristus bagi segala bangsa, dan karena itu ia bergiat memberitakan Injil kepada orang-orang di Roma (1:14-15). Di bagian terakhir, Paulus mengungkapkan dirinya pada para pembaca bahwa ia di sana sini menulis dengan agak berani karena tugasnya sebagai pelayan Injil Allah (15:15-16). Dengan jelas panggilan Paulus sebagai pelayan Injil merupakan alasan utama ia menulis surat ini, dan mendorongnya untuk pergi ke mana pun Kristus belum diberitakan (15:18-21).

Paulus memulai pembahasan dengan menjelaskan mengapa ia tidak malu dengan Injil – karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (1:16). Seluruh pembahasan Paulus dari pasal 1 hingga 11 adalah sebuah presentasi yang sistematis tentang pesan Injil. Nasihat-nasihat tentang cara hidup Kristen di bagian kedua (pasal 12-15) juga dapat dilihat sebagai panduan praktis tentang bagaimana kita harus menjalankan pesan Injil.

Ketika Paulus mengalihkan penjelasannya pada keselamatan orang-orang Yahudi dalam bagian puncak Kitab Roma, Paulus menunjukkan bahwa pesan Injil sebenarnya telah diajarkan dalam Kitab Suci oleh Musa dan Yesaya, yaitu pesan iman yang ada dalam mulut dan hati manusia (10:8), kabar baik yang dinyatakan utusan Allah (10:15). Tetapi Injil sampai pada telinga-telinga yang tidak mau mendengar (10:16-21). Karena orang-orang Yahudi menolak Injil, maka Allah membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain. Karena itu, Paulus menulis, “Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu.” (11:28) Walaupun demikian, ketidaktaatan Israel pun berlaku menjadi cara tujuan Allah, karena Injil diberitakan pula kepada bangsa-bangsa lain karena penolakan mereka. Tetapi Allah tidak menolak umat-Nya. Ketika jumlah bangsa-bangsa lain yang diselamatkan telah genap, maka seluruh umat Israel pada akhirnya akan diselamatkan. Pemberitaan, penolakan, dan penerimaan Injil sesungguhnya adalah bagian dari rencana besar Allah untuk menyatakan belas kasihan-Nya kepada semua orang (11:30-32).

Kebenaran

Seperti yang ditunjukkan di Perjanjian Lama, kebenaran Allah adalah sifat Allah yang meliputi keadilan dan juga kesetiaan-Nya untuk menyelamatkan umat-Nya. Menurut Paulus, sekarang kebenaran Allah telah dinyatakan dalam Injil, yang merupakan kuasa Allah untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya (1:17). Seperti yang ditunjukkan oleh Paulus dalam suratnya, Allah menunjukkan keadilan dan juga kasih-Nya melalui Injil Yesus Kristus.

Pernyataan kebenaran Allah dimulai dengan pernyataan murka-Nya atas segala keajahatan dan kesalahan umat manusia (1:18). Injil menyatakan dosa-dosa umat manusia dan akibatnya yang mematikan kepada kita. Bangsa-bangsa lain tidak mengakui Allah, tetapi memilih untuk menyembah rupa-rupa buatan tangan sendiri. Akibatnya, Allah menyerahkan mereka ke dalam hawa nafsu yang memalukan dan kejahatan-kejahatan yang lebih besar (1:21-32). Orang-orang Yahudi yang mengetahui dan bahkan mengajarkan hukum-hukum Allah, pun melakukan kejahatan dan menimbun murka pada hari ketika murka dan keadilan Allah dinyatakan (2:1-5, 17-23). Kebenaran Allah ditunjukkan-Nya dengan menuntut pertanggungjawaban manusia atas kejahatan-kejahatan yang ia lakukan. Melalui Injil, baik Yahudi maupun bangsa lain dihukum sebagai orang berdosa (3:9). Hanya apabila manusia menyadari dosa-dosanya, barulah ia kembali kepada Allah untuk memohon pengampunan.

Walaupun manusia mengetahui apa yang baik dan berusaha melakukan kebaikan, ia tidak dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena perbuatannya. Ketidakmampuan ini ditunjukkan dalam kesaksian Paulus tentang manusia celaka yang berusaha melakukan apa yang benar, tetapi tetap terbelenggu dalam dosa (7:7-25). Tetapi kebenaran Allah telah dinyatakan di luar Hukum Taurat, melalui iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya (3:21-22). Israel yang mengejar hukum yang membawanya pada kebenaran, tidak berhasil mendapatkan hukum itu karena mereka mengejarnya berdasarkan pada perbuatan. Sebaliknya, bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah mendapatkannya oleh iman (9:30-32).

Kata “dibenarkan” yang berarti “membuat seseorang benar” menunjukkan penganugerahan kebenaran Allah pada manusia. Paulus mengajarkan panjang lebar bahwa pembenaran adalah karunia Allah melalui penebusan Yesus Kristus dan tidak diperoleh melalui perbuatan Hukum Taurat (3:21-5:21, 10:1-13). Oleh karena perbuatan kebenaran Kristus, kita telah menerima pembenaran dan hidup, dan kita telah dibenarkan karena ketaatan-Nya (5:18-19). Pembenaran yang kita terima melalui Yesus Kristus mendamaikan kita dengan Allah, sehingga kita diselamatkan dari murka dan menerima hidup kekal (5:1, 9, 21).

Tetapi pembenaran tidak serta merta berakhir ketika seseorang percaya dan dibaptis. Ia harus hidup benar di hadapan Allah. Dalam ayat-ayat yang membahas tentang baptisan, Paulus mengingatkan kita bahwa diri kita yang lama telah disalibkan bersama Kristus, dan kita telah dikubur bersama-Nya melalui baptisan. Setelah dibebaskan dari dosa, kita telah mati bagi dosa tetapi hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus (6:1-11). Dahulu kita menyerahkan tubuh kita kepada dosa sebagai senjata kelaliman, tetapi sekarang kita harus menunjukkan tubuh kita kepada Allah sebagai senjata kebenaran (6:13). Lebih lanjut, kita harus hidup seturut dengan Roh dan membuang perbuatan-perbuatan daging. Dengan mengikuti Roh Kristus yang hidup dalam diri kita, kita dapat memenuhi persyaratan kebenaran Hukum Taurat dan menjadi anak-anak Allah yang sejati (8:1-15).

Hukum Taurat

Dalam suratnya, Paulus tidak menyebutkan Taurat sebagai hal yang buruk. Sebaliknya, ia mengakui kekudusan Taurat (7:12). Bahkan setelah ia berpendapat bahwa tidak ada orang yang dapat bermegah dengan Taurat, ia menyimpulkan, “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya” (3:31). Namun Paulus menunjukkan bahwa walaupun Hukum Taurat Allah itu baik dan mulia, tetapi manusia tidak berhasil memegangnya, dan dihukum oleh karena Taurat (2:1-25). Hukum ini bersifat rohani, sementara kita jasmani yang diperbudak dalam dosa (7:14). Akibatnya, manusia tidak mampu melakukan apa yang baik walaupun ia menyadari bahwa ia harus melakukannya. Karena itulah kita tidak dapat dibenarkan dengan perbuatan Hukum Taurat. Sebaliknya, oleh karena hukum ini kita disadarkan pada dosa-dosa kita dan harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah (3:19-20).

Paulus membahas perkara Hukum Taurat lebih mendalam di pasal 7, di mana ia menunjukkan kemalangan manusia oleh karena dosa yang memanfaatkan Hukum Taurat. Hukum itu sendiri bukanlah dosa, tetapi dosa mengambil kesempatan melalui perintah-perintah dan menghasilkan berbagai hawa nafsu jahat dalam diri kita. Dosa memperdaya dan membunuh kita melalui Hukum Taurat, walaupun Taurat itu sendiri kudus, benar, dan baik (7:7-14). Sebagai budak dosa, kita tidak berdaya hukum seturut dengan Hukum Taurat Allah. Walaupun hati dan pikiran kita mengikuti hukum, tetapi kita mengikuti dosa dalam daging kita (7:15-25).

Dengan menggunakan kiasan seorang perempuan yang dibebaskan dari hukum pernikahan setelah suaminya meninggal, Paulus menjelaskan bahwa kita juga telah mati pada Hukum Taurat melalui tubuh Kristus, dan sekarang menjadi milik Kristus yang telah dibangkitkan dari kematian (7:1-6). Ini berarti dosa tidak lagi dapat mengendalikan diri kita melalui Hukum Taurat. Umat manusia mempunyai pengharapan karena Yesus Kristus dapat menyelamatkan kita dari tubuh yang celaka (7:24-25). Persyaratan kebenaran dalam Hukum Taurat sekarang dapat digenapi dalam diri kita yang ada dalam Kristus Yesus, yang tidak berjalan menurut hawa nafsu, tetapi menurut Roh (8:1-8). “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging.” (8:3) Karena itu, Kristus adalah kegenapan Hukum Taurat sehingga orang percaya dapat memperoleh kebenaran (10:4). Manusia tidak berhasil meraih kebenaran walaupun ia berusaha keras memegang Hukum Taurat, tetapi Allah menggenapi kebenaran-Nya dalam diri orang-orang percaya melalui hidup dan kematian Anak-Nya. Oleh iman dalam Kristus Juruselamat kita dan berjalan di dalam Roh-Nya, kita dapat dibenarkan di hadapan Allah.

Kasih Karunia, Iman dan Perbuatan

Karena Hukum Taurat tidak dapat memberikan kebenaran bagi kita, Allah menggenapi kebenaran-Nya dengan cara yang berbeda – Ia mengutus Anak-Nya sendiri dalam keserupaan dosa dan maut (8:3). Oleh ketaatan dan kematian penebusan Kristus, kita dapat dibenarkan dengan cuma-cuma (3:21-24). Dengan begitu, pembenaran kita adalah sebuah karunia yang diberikan bukan karena perbuatan kita. Ini disebut kasih karunia Allah, yang harus kita terima dengan iman (3:24-25). Kita mendapatkan hubungan ke dalam kasih karunia Allah oleh karena iman (5:2).

Paulus menyebutkan Abraham sebagai contoh utama pembenaran oleh iman ketimbang perbuatan. Abraham tidak punya alasan apa-apa untuk bermegah karena ia dibenarkan oleh iman, bukan perbuatan. Seperti yang dinyatakan Kitab Suci, “Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” (4:2-3) Orang yang bekerja layak menerima upahnya. Namun orang yang tidak bekerja tetapi menerima kebenaran oleh iman tidak dapat membanggakan pembenarannya, karena pembenaran itu diberikan kepadanya sebagai pemberian oleh kasih karunia (4:5). Kasih karunia yang diberikan kepada Abraham adalah sebuah berkat yang tidak hanya dianugerahkan kepada orang-orang bersunat, tetapi kepada setiap orang yang berjalan mengikuti jejak iman Abraham. Paulus menjelaskan bahwa Abraham dibenarkan oleh iman bahkan sebelum ia disunat (4:9- 12). Dengan dasar iman, Abraham adalah bapa kita semua. Ia dibenarkan karena imannya yang teguh kepada Allah. Begitu juga, kita dibenarkan melalui kepercayaan kita di dalam Allah yang membangkitkan Yesus Tuhan kita dari maut (4:16-25).

Lebih lanjut, Paulus menjelaskan sifat kasih karunia. Kasih karunia Allah kepada kita sangat besar karena kita sebenarnya tidak layak menerimanya. Ketika kita masih lemah, pada waktu yang tepat Kristus mati demi orang-orang yang tidak saleh (5:6). Di dunia, demi orang benar pun belum tentu ada orang yang rela mati baginya, tetappi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita Ketika kita masih di dalam dosa dengan mengutus Kristus untuk mati bagi kita (5:7-8). Dengan kata-kata “lebih-lebih”, Paulus mengingatkan kita tentang kasih karunia besar yang berkelimpahan ini. “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih -lebih kita, yang sekarang tealh diperdamikan, pasti akan diselamatkna oleh hidup-Nya (5:10). Kesalahan satu orang mengakibatkan kutukan dan maut, tetapi kasih karunia Yesus Kristus menghasilkan pembenaran dan hidup (5:16-17). “Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah.” (5:20) Kebesaran kasih karunia Allah dirangkum dalam pernyataan ini: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (6:23).

Kemuliaan

Keberdosaan manusia dapat dilihat sebagai tidak memenuhi persyaratan kemuliaan Allah (3:23). Karena dengan sengaja tidak mengenal Allah, orang berdosa tidak memberikan kemuliaan bagi Allah yang sudah selayaknya merupakan milik-Nya (1:21). Sebaliknya, orang berdosa menukarkan kemuliaan Allah yang kekal dengan gambaran rupa-rupa yang fana (1:23). Di sisi lain, orang Yahudi yang bermegah dalam Hukum Taurat juga tidak memuliakan Allah dengan melanggar hukum, dan akibatnya nama Allah dihujat (2:23-24). Baik orang Yahudi maupun bangsa lain, mereka yang mencari kepentingan pribadi dan tidak taat pada kebenaran akan menghadapi murka Allah di hari penghakiman. Tetapi orang-orang yang tekun berbuat baik dan mengejar kemuliaan surgawi dan hidup kekal akan menerima upah kekekalan dari Allah, dan juga kemuliaan, hormat, dan damai sejahtera (2:6-11).

Jadi, penebusan membalikkan keadaan kita yang tidak layak memperoleh kemuliaan Allah, sehingga kita dapat menerimanya. Setelah didamaikan dengan Allah melalui Tuhan Yesus Kristus, sekarang kita dapat menjangkau kasih karunia Allah oleh iman, dan bersukacita dengan pengharapan kemuliaan Allah (5:1-2). Sebagai anak-anak Allah, kita menantikan kemuliaan yang telah dinyatakan kepada kita (8:18). Sembari menantikannya dan bersabar, kita mempunyai Roh Kudus yang membantu kita dalam kelemahan dan menengahi bagi kita (8:26-28). Ia menguatkan keyakinan kita dalam kuasa Allah atas orang-orang yang Ia kasihi, khususnya umat pilihan. Kemuliaan umat pilihan adalah kepastian). Ia menetapkan jalan hidup orang-orang yang Ia kenal sejak penciptaan, dan Ia memanggil dan membenarkan mereka, yang kemudian juga Ia muliakan (8:28-30).

Pekerjaan ajaib Allah dalalm keselamatan-Nya bagi orang-orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain menunjukkan dalamnya kekayaan hikmat dan pengetahuan-Nya. Paulus memuliakan Allah ketika merenungkan hikmat Allah yang tak terselami (11:33-36). Tidak saja Paulus memuliakan Allah, bangsa-bangsa lain yang menerima belas kasihan Allah juga harus memuliakan-Nya (15:8-9). Dalam kata-kata penutup, sekali lagi Paulus meninggikan Allah yang telah menunjukkan rahasia keselamatan Allah kepada segala bangsa: “Bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya!” (16:25-27).

Pemilihan

Kegagalan Israel mencapai kebenaran Allah melalui perbuatan Hukum Taurat pada akhirnya menjurus pada pertanyaan tentang tempat Israel dalam keselamatan Allah. Jadi Paulus meluangkan tiga pasal untuk membahas topik penting tentang pilihan Allah atas Israel (pasal 9-11). Dengan menyebutkan pilihan Allah atas Ishak, pertama Paulus menunjukkan bahwa tidak semua orang keturunan Israel adalah Israel yang sesungguhnya. Tetapi hanya anak-anak perjanjian yang diperhitungkan sebagai keturunan yang benar (9:6-9). Jadi maksud Paulus adalah seorang Yahudi secara jasmani belum tentu mendapatkan jaminan untuk dipilih oleh Allah.

Maka perkara kewenangan pilihan Allah menjadi bagian terdepan, seperti ditunjukan-Nya ketika Allah memilih Yakub. Pilihan Allah tidak didasarkan pada perbuatan seseorang, tetapi menurut kehendak-Nya sendiri (9:10-13). Seperti seorang pembuat tembikar mempunyai kebebasan untuk membentuk tanah liat sekehendak hatinya, Allah memberikan belas kasihan kepada siapa pun menurut kehendak-Nya (9:14-23). Oleh maksud Allah yang maha kuasa, Ia tidak saja memilih orang-orang Yahudi, tetapi juga bangsa-bangsa lain (9:24-26). Israel tersandung karena emreka tidak mengejar kebenaran Allah dengan iman, sementara bangsa-bangsa lain mendapatkannya (9:27-10:21).

Walaupun Israel menolak Injil, Allah tidak menolak mereka. Allah tetap memelihara segelintir di antara mereka, yaitu mereka yang percaya kepada Kristus, sementara sisanya dikeraskan (11:1-10). Karena itu, Injil juga diberikan kepada bangsa-bangsa lain (11:11-24). Walaupun demikian, ketika telah genap jumlah bangsa-bangsa lain, kekerasan hati bangsa Israel akan berakhir, dan keselamatan akan tiba kepada seluruh keturunan Israel (11:25-32). Semuanya ini sesuai dengan maksud Allah untuk memberikan belas kasihan kepada semua orang (11:33-36).

Hidup Baru

Kasih karunia keselamatan Allah tidak saja berhubungan dengan pengharapan hidup kekal, tetapi juga memanggil kita untuk hidup taat kepada Allah. Agar kasih karunia pembenaran tidak disalahgunakan sebagai kesempatan untuk berbuat dosa, Paulus melemparkan retorika, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” (6:1-2) Kita dikuburkan bersama Kirstus dalam baptisan ke dalam kematian untuk dapat berjalan dalam hidup yang baru (6:4). Diri kita yang lama disalibkan bersama Kristus sehingga kita tidak lagi dibelenggu oleh dosa (6:6). Jadi kita harus melihat diri kita mati bagi dosa dan hidup bagi Allah dalam diri Yesus Kristus (6:11). Sudut pandang yang berbeda ini ditunjukkan ke dalam pilihan dan perbuatan yang nyata. Sebelumnya kita mengikuti keinginan tubuh jasmani kita yang fana, tetapi sekarang kita mempersembahkan diri kita kepada Allah sebagai senjata kebenaran (6:12-13).

Menjalani hidup Kristiani yang baru tidak saja membutuhkan tekad. Allah-lah yang telah membenarkan kita dalam Yesus Kristus oleh Roh kehidupan (8:1-3). Mereka yang tunduk pada Roh Kristus dalam diri mereka dan berjalan menurut Roh akan dapat memenuhi persyaratan kebenaran Hukum Taurat (8:4-7). Apabila Kristus sungguh-sungguh diam dalam diri kita dan kita mengizinkan-Nya untuk memimpin hidup kita, Allah akan memberikan hidup dalam tubuh kita yang fana melalui Roh-Nya yang diam dalam diri kita (8:9-11). Allah telah memberikan Roh-Nya kepada kita untuk mencapai tujuan ini – untuk membebaskan anak-anak-Nya dan memimpin mereka kepada kemerdekaan yang mulai (8:12-25). Apabila kita dipimpin oleh Roh dan bersabar dalam penderitaan kita sekarang, kita sungguh adalah anak-anak Allah. Sembari berusaha taat kepada Roh, kita akan menghadapi masa-masa kelemahan. Tetapi kita memiliki Roh yang akan membantu dan menengahi bagi kita (8:26-28).

Di bagian besar kedua Kitab Roma, Paulus memberikan contoh-contoh khusus tentang bagaimana kita hidup sebagai ciptaan baru dalam Kristus. Ia menyebutnya sebagai sebuah penampilan tubuh kita sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Hal ini dimulai dengan perubahan melalui pembaruan pikiran kita (12:1-2). Hidup Kristiani yang baru berhubungan dengan berbagai sisi kehidupan sehari-hari dan juga bergereja, antara lainnya, menggunakan karunia-karunia rohani yang Allah berikan untuk saling melayani (12:3-8), berbuat bagi kepada musuh-musuh kita dan hidup dalam damai (12:14-21), taat kepada pemerintah (13:1-7), dan bersabar dengan yang lemah (14:1-15:7).

Keterkaitan Modern

Secara sederhana, Kitab Roma adalah pemberitaan Injil dalam bentuk tulisan. Siapa saja yang ingin memanggil nama Tuhan dan diselamatkan, haruslah mendengarkan kabar baik yang dijelaskan dalam surat ini. Surat ini menjabarkan kepada kita mengapa kita membutuhkan keselamatan, dan bagiamanakah Allah menggenapi keselamatan ini melalui Yesus Kristus. Surat ini juga memberikan pandangan menyeluruh tentang apakah artinya menjadi pengikut Yesus Kristus. Selanjutnya, surat ini mengarahkan pengharapan kita pada masa depan kemuliaan yang tersedia bagi orang-orang percaya. Berbagai contoh praktis tentang bagaimana kita mati bagi dosa dan hidup bagi Allah tetap relevan bagi kita hari ini seperti juga bagi orang-orang percaya di masa itu. Semuanya ini adalah peringatan dan pengingat bagaimana kita harus hidup sesuai dengan Injil dan membiarkan kuasa keselamatan Allah mengubah diri kita menjadi keserupaan dengan Juruselamat kita.